Kamis, 25 Februari 2010

Ilmu Jaringan: Ketika Fisika dan Sosiologi Bertemu

HAL yang menarik dari ilmu jaringan adalah ia mempelajari hal-hal yang terjadi di seputar kita. Bagaimana krisis moneter
1997 dapat menyebar hampir ke seluruh Asia? Bagaimana gerakan mahasiswa 1998 berhasil menumbangkan
pemerintahan, tetapi gagal di waktu lain? Bagaimana perselisihan antardua orang dapat bereskalasi menjadi sebuah
konflik regional? Bagaimana penyakit menular menyebar menjadi epidemik? Bagaimana ide atau tren budaya menyebar?
MESKIPUN pertanyaan- pertanyaan di atas tampak berbeda-beda, sebenarnya itu semua adalah variasi dari satu
pertanyaan: bagaimana perilaku individu berkumpul (aggregate) menjadi perilaku kolektif? Masalah ini kita sebut sebagai
masalah agregasi yang merupakan salah satu masalah paling besar dan mendasar dalam seluruh ilmu. Sebagai contoh,
otak manusia bisa dikatakan hanya sebagai kumpulan miliaran sel saraf yang saling terhubungkan membentuk jaringan
elektrokimia. Tapi bagi kita yang memilikinya tentu otak lebih dari itu, ia juga memiliki kesadaran, ingatan, kepribadian
yang tidak bisa dijelaskan jika kita menganggap otak hanya sebagai kumpulan sel saraf.

Selama lebih dari 300 tahun ilmu modern telah berhasil menjelaskan banyak fenomena alam dengan cara mereduksinya
menjadi bagian-bagian terkecil yang dianggap fundamental. Di sini diasumsikan jika kita mengerti komponen paling
dasar dari sistem, maka secara prinsip kita dapat mengerti perilaku sistem. Cara berpikir seperti ini dapat ditemukan di
banyak cabang ilmu terutama fisika. Ini bukanlah cara berpikir yang tepat untuk mengatasi banyak masalah modern.
Pemenang Nobel Fisika Philip Anderson pada tahun 1971 menulis sebuah artikel penting berjudul More is Different di
jurnal Science. Di artikel tersebut, Anderson menjelaskan bahwa fisika telah sukses mengklasifikasi partikel fundamental
dan interaksinya untuk satu atom. Tetapi, coba kumpulkan atom dalam jumlah besar, maka ceritanya menjadi lain sama
sekali. Oleh karena itu, kimia adalah ilmu tersendiri, bukan bagian dari fisika. Selanjutnya biologi tidak bisa direduksi
menjadi kimia, begitu pula ilmu kedokteran bukan sekadar bagian biologi. Di skala yang lebih besar lagi kita temukan ilmu
ekonomi dan sosiologi yang tidak dapat dijelaskan hanya dari pengetahuan psikologis, biologis, apalagi fisika.
Sampai akhir abad lalu, banyak ilmuwan kurang memperhatikan masalah agregasi ini kecuali para sosiolog. Hampir
seluruh masalah di sosiologi adalah masalah agregasi: bagaimana aktivitas sekolompok individu dapat menimbulkan
efek sosial yang diamati. Inilah yang membuat sosiologi sangat sulit.

Sistem sosial adalah sistem kompleks yang terdiri dari individu-individu yang tingkah lakunya sering membingungkan dan
tidak bisa diprediksi. Tetapi jika individu berkumpul dalam jumlah cukup banyak kadang kita dapat mengerti sifat dasar
kelompok tanpa harus mengetahui perilaku detail anggota kelompok. Di sinilah uniknya penelitian mengenai sistem
kompleks. Di satu sisi, meskipun kita tahu pasti perilaku individu ini tidak menjamin kita dapat mengetahui perilaku
kolektifnya. Sebaliknya, terkadang kita dapat mengerti perilaku kolektif tanpa perlu mengetahui secara pasti karakteristik
dan sifat anggota kelompoknya.

Cerita berikut bisa memberikan ilustrasi. Beberapa tahun yang lalu para insinyur listrik di Inggris bingung karena adanya
lonjakan pemakaian listrik tiba-tiba secara bersamaan di seluruh Inggris. Meskipun lonjakan ini hanya berlangsung
beberapa menit saja, tetapi cukup membahayakan jaringan listrik di Inggris karena terjadi secara simultan. Akhirnya
mereka dapat mengetahui bahwa lonjakan tiba-tiba tersebut terjadi paling parah ketika sedang berlangsung pertandingan
final sepak bola liga Inggris, di mana seluruh penduduk Inggris menontonnya di televisi masing-masing. Saat istirahat
pergantian babak, secara serentak mereka menyalakan kompor untuk memasak teh. Secara individu orang Inggris
sangatlah kompleks seperti halnya setiap manusia di dunia. Tapi, kita tak perlu mengetahui banyak tentang mereka untuk
memprediksi lonjakan pemakaian listrik jika kita tahu bahwa orang Inggris menyukai sepak bola dan teh. Untuk kasus ini
individu dapat direpresentasikan secara sederhana.

Jika individu dapat direpresentasikan secara sederhana, lalu dari mana munculnya kompleksitas? Kompleksitas muncul
dari interaksi antarindividu. Sebagai contoh adalah gen manusia. Sekarang ahli biologi telah mengetahui seluruh gen
manusia. Tapi, ini bukan berarti kita dapat menjelaskan kompleksitas manusia. Karena mengetahui susunan gen bukan
berarti mengerti fungsi gen-gen tersebut. Fungsi gen hanya dapat diketahui jika kita mengerti interaksi antargen yang
terjadi. Pola interaksi inilah yang bisa menimbulkan kompleksitas yang hampir tak terhingga.
Sekarang kita dapat menarik kesimpulan bahwa untuk memahami dinamika kolektif, pengetahuan tentang interaksi
antarindividu sangat penting. Kumpulan individu yang sama dapat menimbulkan efek yang berbeda jika interaksinya
berbeda. Pertengkaran antara dua orang yang berbeda agama dapat membuat konflik religius tapi juga dapat berhenti di
dua orang itu saja. Sebuah bank yang bangkrut dapat merusak sistem perbankan nasional tapi dapat pula tidak
berpengaruh apa-apa. Interaksi berperan penting dalam menentukan hasil. Pertanyaan selanjutnya adalah, pola interaksi
seperti apa yang mampu membuat perubahan besar sehingga kita harus perhatikan dan waspadai? Belum ada seorang
pun yang tahu pasti jawabannya. Tetapi para ilmuwan mulai menguak mencari jawaban menggunakan hasil penelitian
bertahun-tahun di dua bidang yang sepintas tidak berhubungan: Fisika dan Sosiologi. Dari sintesa kedua bidang inilah
muncul ilmu baru yang dinamakan ilmu jaringan (networks science).

Jaringan dan fenomena dunia kecil

Ketika berbicara mengenai jarak, biasanya yang dimaksud adalah jarak yang memisahkan tempat atau benda di ruang
fisik. Jauh atau dekatnya tergantung pada lokasi geografisnya. Mendefinisikan jarak dalam ruang fisik adalah hal yang
wajar karena memang jarak fisik paling mudah dimengerti. Di lain pihak, sosiolog telah lama mengemukakan konsep
jarak di luar ruang fisik, yaitu jarak di ruang sosial yang dinamakan jarak sosial. Jarak sosial memasukkan faktor pemisah
nonfisik, misalnya perbedaan pendidikan, penghasilan, kekayaan, pekerjaan, kebangsaan, atau agama. Dalam interaksi
sosial kadang faktor sosial tersebut lebih berperan daripada pemisahan secara geografis (fisik). Keluarga kaya yang
bertetangga dengan keluarga miskin, misalnya, meskipun secara fisik dekat, tetapi jarak sosialnya jauh.
Sekarang ini, ilmu sosial, fisika, matematika, dan ilmu komputer telah bergabung untuk meneliti sebuah ruang baru yang
sangat penting untuk mengerti berbagai fenomena dunia modern. Ruang itu adalah ruang jaringan (network space).
Memang, matematikawan telah sejak lama mempelajari teori graf yang berhubungan dengan jaringan. Tetapi selama ini
jaringan dalam teori graf diperlakukan hanya sebagai struktur statis. Dalam ilmu jaringan yang baru, selain struktur statis
juga dipelajari dinamika dalam jaringan.

Satu contoh menarik yang menggambarkan pentingnya ruang jaringan berasal dari pengalaman ketika kita bertemu
dengan orang yang tidak kita kenal. Setelah berkenalan dan berbincang-bincang beberapa saat, terkadang kita
menemukan bahwa kita dengan orang yang baru kita kenal tersebut ternyata sama-sama mengenal seorang teman yang
sama. Selanjutnya kita biasanya mengatakan, "...memang dunia ini kecil." Pengalaman ini membawa kita kepada apa
yang disebut sebagai fenomena dunia kecil (small world phenomenon).
Fenomena dunia kecil ini bukan hanya menarik sebagai suatu pengalaman anekdotal, tetapi juga menarik perhatian
ilmuwan untuk melakukan penelitian lebih serius. Eksperimen ilmiah pertama mengenai fenomena dunia kecil dilakukan
pada tahun 1967 oleh psikolog sosial Stanley Milgram di Harvard University. Milgram melakukan eksperimen yang inovatif
untuk meneliti jaringan sosial. Dalam eksperimen ini terdapat dua kelompok peserta yang dinamakan pengirim dan ’
target’. Pengirim diminta untuk menyampaikan pesan kepada target yang telah dipilih sebelumnya. Kelompok pengirim
diberi tahu biografi singkat mengenai target seperti nama, lokasi, dan pekerjaannya. Dengan bekal informasi ini, setiap
pengirim berusaha menyampaikan surat kepada target dengan satu syarat: surat hanya boleh dikirimkan ke orang yang
dikenal oleh si pengirim. Tentu jika pengirim mengenal target, maka ia dapat mengirimkan suratnya langsung kepada
target. Tetapi kemungkinan ini sangat kecil karena kelompok pengirim pertama dan target dipilih secara acak, maka
sangat besar kemungkinan pengirim pertama tidak mengenal target. Jadi kelompok pengirim juga terbagi dua, yaitu
kelompok pengirim pertama dan kelompok pengirim lainnya yang menerima pesan dari pengirim sebelumnya dalam
suatu rantai pesan. Kelompok pengirim pertama akan mengirimkan surat tersebut ke orang yang mereka kenal yang akan
membuat surat itu mendekati target. Orang yang menerima surat selanjutnya menerima instruksi yang sama sehingga
terbentuklah surat berantai menuju si target.

Dalam eksperimennya, Milgram memilih secara acak 300 orang peserta di Boston dan Omaha sebagai pengirim
pertama. Milgram juga memilih seorang target yang bekerja sebagai pialang saham di Boston. Lalu Milgram mengirim
surat kepada seluruh peserta dengan instruksi bahwa mereka harus mengirimkan surat-surat tersebut ke target yang
berada di Boston melalui orang-orang yang dikenal oleh mereka. Sehingga terbentuk surat berantai menuju target yang
berada di Boston. Surat berantai inilah yang menjadi alat untuk meneliti jaringan sosial masyarakat Amerika pada saat itu.
Yang diteliti adalah peran jaringan sosial dalam suatu proses pencarian satu orang individu, yaitu si target. Pertanyaannya
adalah, berapa tahap yang dibutuhkan supaya surat-surat tersebut sampai ke target?
Milgram memperoleh hasil yang mengejutkan, 60 surat sampai ke target dan panjang rata-rata dari pesan berantai adalah
enam. Secara fisik jarak Omaha dan Boston cukup jauh, yaitu sekitar 2.000 kilometer. Jarak sosial antara 300 responden
dengan target pun tidak dekat karena mereka dipilih secara acak. Meskipun secara geografis dan sosial mereka jauh
terpisahkan, ternyata mereka dalam ruang jaringan memiliki jarak jaringan yang pendek. Milgram menarik kesimpulan
bahwa orang-orang yang menurut persepsi kita terpisah dengan jarak fisik dan jarak sosial yang jauh ternyata memiliki
jarak jaringan yang pendek seperti teman dekat kita.

Eksperimen Milgram menunjukkan bahwa selain ruang geografis dan sosial, ruang jaringan penting untuk diperhatikan.
Dalam jaringan sosial, individu- individu dapat dipikirkan sebagai titik- titik yang dihubungkan satu sama lain membentuk
suatu jaringan sosial besar. Hubungan antara titik-titik di jaringan tersebut merepresentasikan hubungan sosial, ekonomi,
dan organisasi antarindividu.

Hasil Milgram bahwa rata-rata dibutuhkan enam langkah untuk menghubungkan siapa saja menjadi kultur pop di Amerika
Serikat. Hal ini terjadi setelah pada tahun 1990-an John Guare membuat pertunjukan teater Broadway dengan judul Six
Degrees of Separation. Selanjutnya Hollywood pun tak mau ketinggalan membuat film dengan judul yang sama, Six
Degrees of Separation, yang dibintangi oleh Will Smith. Keduanya mempertunjukkan ide bagaimana setiap orang di dunia
hanya dipisahkan oleh enam orang perantara. Selain itu, konsep six degrees of separation juga menjadi inspirasi untuk
sebuah permainan di Internet mengenai jaringan artis film di seluruh dunia. Permainan ini tersedia di situs milik
Departemen Ilmu Komputer Universitas Virgina (http://oracleofbacon.org/oracle/star_links.html).
Ide permainan ini adalah menghitung jumlah tahapan yang diperlukan untuk menghubungkan dua artis film di dunia. Dua
artis terhubungkan jika pernah bermain bersama dalam satu film. Meskipun terdapat ratusan ribu artis film di seluruh
dunia, tetapi jarak jaringan antara mereka sangat dekat. Jika kita gunakan situs di Universitas Virginia untuk mencari jarak
antara, misalnya, bintang Indonesia Dian Sastro dan bintang Hollywood Jodie Foster, ternyata jaraknya hanya empat! Dian
Sastro bermain bersama Frans Tumbuan dalam Ada apa dengan Cinta?, Frans Tumbuan bermain dengan Martin Kove di
film Without Mercy, Martin Kove pernah bermain bersama Charles Napier di Extreme Honor, dan Charles Napier bermain
bersama Jodie Foster dalam film Silence of the Lambs. Jadi pada jaringan bintang film dunia, jarak jaringan antara Dian
Sastro dan Jodie Foster adalah empat, ini jarak yang sangat dekat jika dibanding dengan ratusan ribu bintang film yang
ada di jaringan tersebut.

Meskipun ide tentang fenomena dunia kecil menjadi populer, riset di bidang jaringan ini tidak banyak berkembang. Tidak
berkembangnya penelitian teori jaringan setelah Milgram disebabkan oleh tiga alasan. Pertama, sangat sulit untuk
melakukan eksperimen dunia kecil model Milgram dalam skala besar. Kedua, data mengenai jaringan sulit diperoleh.
Dan ketiga karena analisa jaringan kompleks hanya bisa dilakukan oleh komputer modern.
Hasil Milgram bukan berarti bahwa ruang geografis dan ruang sosial tidak penting. Ruang jaringan sosial justru dibentuk
berdasarkan ruang geografis dan ruang sosial. Kita lebih mungkin berkenalan dengan seseorang yang tinggal di sekitar
tempat tinggal kita, atau lebih mungkin mengenal seseorang dari kelompok sosial yang setaraf dengan kita. Tetapi orang
masih belum mengerti hubungan antara ruang fisik dan sosial dengan ruang jaringan.

Meskipun demikian, keadaan mulai berubah sejak lima tahun terakhir. Dimulai pada tahun 1998 ketika fisikawan Duncan
Watts dan matematikawan Steve Strogatz dari Cornell University membuat sebuah model matematis yang mampu
menjelaskan mengapa dan bagaimana fenomena dunia kecil dapat terjadi. Jaringan yang memiliki sifat dunia kecil di
mana anggota jaringannya dapat dihubungkan satu sama lain dalam langkah yang pendek dinamakan jaringan dunia
kecil (small world networks). Penelitian mereka yang diterbitkan di jurnal Nature memicu gelombang riset di bidang teori
jaringan. Para peneliti cepat menemukan bahwa fenomena dunia kecil tidak hanya ada di jaringan sosial, tetapi juga
terdapat di jaringan biologis, ekonomi, rekayasa, dan budaya. Jaringan dunia kecil di antaranya ditemukan di jaringan
listrik, jaringan saraf, jaringan reaksi biokimia, jaringan direktur perusahaan-perusahaan, jaringan kolaborasi ilmuwan
hingga jaringan bintang film.

Studi eksperimen dalam ilmu jaringan juga semakin berkembang, terutama pada zaman Internet ini. Di Columbia
University, New York, saya bersama seorang bekas fisikawan yang telah menjadi profesor sosiologi, Duncan Watts, dan
seorang matematikawan lulusan MIT yang tertarik meneliti masalah sosial, Peter Dodds, baru-baru ini menggunakan
Internet untuk sebuah eksperimen yang merupakan replikasi eksperimen Milgram. Eksperimen ini adalah eksperimen
pertama mengenai fenomena dunia kecil yang dilakukan dalam skala global. Kami berhasil menjaring lebih dari 60.000
peserta dari 167 negara di dunia untuk berpartisipasi dalam eksperimen dunia kecil (http://smallworld.columbia.edu).
Seperti dalam eksperimen Milgram, para peserta diminta untuk mengirimkan surat elektronik menuju 18 orang target di
seluruh dunia, termasuk di antaranya di Nikaragua, Siberia, Indonesia, dan India. Peserta diminta mengirimkan pesan
melalui situs kami sehingga kita dapat mengikuti perjalanan pesan-pesan tersebut. Eksperimen kami yang telah
diterbitkan di jurnal ilmiah Science edisi 8 Agustus 2003 menemukan bahwa panjang rata-rata rantai pesan untuk
mencapai target adalah antara lima dan tujuh. Rantai memiliki panjang rata-rata lima jika pengirim awal dan target berada
dalam satu negara, dan rata-rata tujuh jika pengirim awal dan target berada di lain negara.

Pencarian di jaringan

Aplikasi menarik dari eksperimen sosial mengenai dunia kecil ini justru ada di ilmu komputer. Kita perhatikan terdapat dua
hal penting yang saling berkaitan dalam fenomena dunia kecil ini. Pertama adalah masalah struktur jaringan, yaitu apakah
ada jalur singkat yang dapat menghubungkan seluruh orang di dunia dalam tahapan yang pendek? Kedua adalah proses
pencarian sosial yang terjadi dalam struktur jaringan, yaitu jika jalur singkat itu ada, apakah individu dapat
menemukannya, dan jika dapat, bagaimana? Eksperimen dunia kecil menunjukkan bahwa jalur singkat memang ada dan
orang dapat menemukannya! Artinya, meskipun jaringan sosial global sangatlah kompleks, individu dengan informasi
terbatas secara kolektif mampu melakukan proses pencarian sosial dan berhasil.

Berhasilnya orang melakukan proses pencarian di jaringan sosial global adalah luar biasa. Kita bandingkan proses
pencarian dalam jaringan komputer. Proses pencarian dalam jaringan komputer membutuhkan database terpusat.
Misalnya mesin pencari di Internet seperti Google atau Yahoo memiliki pusat data sehingga memudahkan kita untuk
memperoleh informasi di jaringan Internet secara cepat. Tetapi database terpusat ini memiliki kapasitas terbatas,
semakin banyak data, maka semakin sulit dan mahal untuk memeliharanya. Sedangkan dalam jaringan sosial tidak
tersedia database terpusat yang memuat informasi lengkap seluruh orang di dunia. Meskipun demikian, eksperimen
membuktikan orang tetap mampu melakukan proses pencarian sosial. Di sini kita menemukan satu hal yang mampu
dilakukan manusia tapi tak mampu dilakukan komputer. Proses pencarian sosial ini sebetulnya sudah sering kita lakukan.
Misalnya ketika mencari koneksi untuk mendapatkan pekerjaan, atau ketika kita melakukan networking dalam pesta atau
kumpul-kumpul bersama teman. Kita melakukan navigasi dalam jaringan sosial untuk menemukan orang yang kita
perlukan. Jika kita bisa mempelajari bagaimana individu melakukan pencarian sosial tanpa database terpusat, maka
suatu saat kita bisa terapkan pengetahuan itu ke jaringan komputer untuk mendapat algoritma proses pencarian yang
lebih efisien.

Jaringan dan dinamika kolektif

Implikasi dari riset teori jaringan sangat luas. Meskipun demikian, seperti halnya segala sesuatu yang baru lahir, ilmu
jaringan diimpit berbagai keterbatasan tetapi memiliki potensi yang luas. Ilmu jaringan masih merupakan ilmu dasar yang
membantu kita mengerti masalah. Mengerti permasalahan adalah langkah krusial pertama sebelum pemecahan
masalah. Seperti halnya sebelum para insinyur membuat pesawat terbang, sebelumnya fisikawan harus mengerti prinsip-
prinsip mekanika.

Untuk melihat pentingnya peranan jaringan dalam penyebaran ide, mari kita lihat contoh kasus suksesnya buku Harry
Potter yang terjual lebih dari 200 juta kopi di lebih dari 200 negara dan telah diterjemahkan ke dalam 55 bahasa.
Penjelasan untuk sukses yang fenomenal ini biasanya difokuskan kepada buku Harry Potter yang memiliki kualitas luar
biasa dengan cerita sangat menarik sehingga disukai banyak orang. Mungkin ini memang benar. Tetapi, kadang kita lupa
buku Harry Potter ditolak berkali-kali oleh penerbit besar sebelum diterbitkan penerbit Bloomsbury yang saat itu hanya
sebuah penerbit kecil. Jika memang kualitas bukunya eksepsional, mengapa tidak terlihat oleh para pakar buku di
penerbit besar? Jika ini memang yang terjadi, kemungkinan besar banyak buku berkualitas lain yang tak pernah sampai
ke toko buku dan banyak buku berkualitas biasa-biasa saja sukses di pasaran. Artinya, ada kasus di mana sukses atau
tidaknya penyebaran suatu ide tidak hanya ditentukan oleh kualitas ide tersebut. Jaringan di mana informasi mengenai ide
tersebut mengalir berperan penting. Harry Potter pertama kali diterbitkan tanpa bantuan marketing yang luar biasa. Ia
pertama kali terbit seperti halnya buku anak-anak biasa. Berkat penyebaran informasi dari mulut ke mulut menggunakan
jaringan sosial, akhirnya orang mengetahui dan tertarik untuk membeli buku itu.

Proses penularan sosial (social contagion) dapat dicontohkan pula oleh merebaknya tren di kalangan remaja. Di kalangan
remaja Amerika menyebar tren untuk memasang anting-anting di bagian tubuh selain telinga. Seorang remaja yang
diwawancara mengatakan, ia melakukannya bukan karena ingin membuat orangtuanya marah atau mengikuti teman-
temannya, tapi hanya karena dia merasa "ingin melakukannya". Pertanyaan selanjutnya, mengapa dia ingin
melakukannya? Tak pelak dia akan menjawab bahwa itu adalah keputusan pribadinya yang independen sebagai ekspresi
kebebasan. Kebebasan dan independensi adalah mantra utama kaum remaja Amerika. Tetapi, jika diperhatikan, pola tren
memasang anting-anting ini bukan fenomena independen. Kita dapat melihat proses penularan sosial dari satu daerah
ke daerah lain dalam kalangan sosial tertentu. Ada pola teratur dalam penyebaran tren ini meskipun para pelakunya
mengklaim mereka melakukannya secara independen tidak dipengaruhi orang lain. Dalam proses penularan sosial,
secara sadar atau tidak, keputusan yang diambil individu dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan tindakan yang diambil
menjalarkan dan memperkuat efek yang ada secara kolektif. Ini adalah contoh proses pengambilan keputusan sosial
(social decision making) dalam munculnya tren. Karena informasi mengalir dalam jaringan sosial, maka dalam proses
pengambilan keputusan sosial, struktur jaringan penting dalam menentukan seberapa jauh tren yang muncul tersebar.
Komputer Dalam mencari pekerjaan atau menyelesaikan masalah besar secara rutin kita menggunakan koneksi sosial
yang kita miliki. Untuk membuat keputusan dalam memilih restoran, memilih film apa yang akan ditonton, atau memilih
model telepon genggam apa yang mau dibeli, kita sering memperhatikan nasihat atau tindakan teman-teman kita. Kita
mengambil manfaat dari jaringan sosial yang kita miliki. Di sisi lain jika misalnya komputer kita terinfeksi virus komputer,
komputer milik teman-teman kitalah yang paling berisiko tertular. Apakah kita berhadapan dengan individu dengan
masalah sehari-hari atau dengan perusahaan raksasa yang yang perlu mengatasi sebuah krisis, jaringan sosial
berperan penting.

Hal paling mendasar dari skenario dalam kehidupan sehari-hari di atas adalah pentingnya peran jaringan sosial di mana
informasi, pengaruh, dan sumber daya mengalir. Terkadang jaringan menguntungkan kita, dan di lain waktu melukai kita.
Menjadi bagian dari jaringan yang terkoneksi adalah sekaligus baik dan buruk. Mau tidak mau, suka tidak suka, kita selalu
menjadi bagian dari jaringan. Dalam jaringan setiap keputusan yang diambil adalah keputusan kolektif. Setiap keputusan
kita dipengaruhi dan mempengaruhi tindakan orang lain, dan juga keputusan orang lain dipengaruhi dan mempengaruhi
tindakan kita.
Oleh karena itu, di era global yang terkoneksi ini, berpikir menggunakan pola pikir jaringan menjadi keharusan.


sumber: Kompas Cyber Media

Tidak ada komentar:

Posting Komentar